Kerajaan Jeumpa adalah sebuah kerajaan yang berada di sekitar daerah perbukitan mulai dari pinggir sungai Peudada
di sebelah barat sampai Pante Krueng Peusangan di sebelah timur pada
sekitar abad ke VIII Masehi. Hal ini berdasarkan Ikhtisar Radja Jeumpa
yang ditulis Ibrahim Abduh, yang disadurnya dari Hikayat Radja Jeumpa.
Istana Raja Jeumpa terletak di desa Blang Seupeueng yang dipagari di
sebelah utara, sekarang disebut Cot Cibrek Pinto Ubeut. Masa itu Desa
Blang Seupeueng merupakan permukiman yang padat penduduknya dan juga
merupakan kota bandar pelabuhan besar, yang terletak di Kuala Jeumpa.
Dari Kuala Jeumpa sampai Blang Seupeueng ada sebuah alur yang besar,
biasanya dilalui oleh kapal-kapal dan perahu-perahu kecil. Alur dari
Kuala Jeumpa tersebut membelah Desa Cot Bada langsung ke Cot Cut Abeuk
Usong atau ke Pinto Rayek (pintu besar).
Sebelum kedatangan Islam, di daerah Jeumpa sudah berdiri sebuah kerajaan Hindu yang dipimpin turun temurun oleh seorang meurah.
Pada saat itu kerajaan ini sudah dikenal di seluruh penjuru dan
mempunyai hubungan perdagangan dengan Cina, India, Arab dan lain-lain.
Pada awal abad VIII seorang pemuda bernama Abdullah dari India belakang
memasuki pusat kerajaan di kawasan Blang Seupeueng dengan kapal niaga
melalui Kuala Jeumpa dengan tujuan berdagang.
Abdullah kemudian tinggal bersama penduduk dan menyiarkan agama
Islam. Rakyat di negeri tersebut dengan mudah menerima Islam karena
tertarik dengan perilakunya. Abdullah kemudian dinikahkan dengan puteri
raja bernama Ratna Kumala. Di kemudian hari Abdullah dinobatkan menjadi
raja menggantikan bapak mertuanya, yang kemudian wilayah kekuasaannya
dia berikan nama dengan Kerajaan Jeumpa, sesuai dengan nama negeri
asalnya di India Belakang (Persia) yang bernama Champia, yang artinya
harum, wangi dan semerbak. Sementara Bireuen sebagai ibukotanya, berarti kemenangan.
Berdasarkan silsilah keturunan sultan-sultan Melayu, yang dikeluarkan oleh Kerajaan Brunei Darussalam dan Kesultanan Sulu-Mindanao, Kerajaan Islam Jeumpa pada 154 H atau tahun 777 M dipimpin oleh seorang pangeran dari Persia
yang bernama Syahriansyah Salman atau Sasaniah Salman yang kawin dengan
Puteri Mayang Seuludong (Dialek Bireuen: Manyam Seuludang) dan memiliki
beberapa anak, antara lain Syahri Duli, Syahri Tanti, Syahri Nawi,
Syahri Dito dan Puteri Makhdum Tansyuri yang menjadi ibu dari sultan
pertama Kerajaan Islam Perlak. Menurut penelitian sejarawan Aceh, Sayed
Dahlan al-Habsyi, syahri adalah gelar pertama yang digunakan keturunan Nabi Muhammad di Nusantara sebelum menggunakan gelar meurah, habib, sayyid, syarif, sunan, teuku dan lainnya. Syahri diambil dari nama istri Sayyidina Husein
bin Ali, Puteri Syahri Banun, anak Maha Raja Persia terakhir. Syahr
Nawi adalah salah satu tokoh yang berpengaruh dalam pengembangan Kerajaan Peureulak,
bahkan dia dianggap arsitek pendiri kota pelabuhan Peureulak pada tahun
805 M yang dipimpinnya langsung, dan diserahkan kepada anak saudaranya
Maulana Abdul Aziz.
Keberadaan Kerajaan Islam Jeumpa ini dapat pula ditelusuri dari
pembentukan Kerajaan Perlak yang dianggap sebagai Kerajaan Islam pertama
di Nusantara. Perlak pada tahun 805 Masehi adalah bandar pelabuhan yang
dikuasai pedagang keturunan Parsi yang dipimpin seorang keturunan Raja
Islam Jeumpa Pangeran Salman al-Parsi dengan Putri Manyang Seuludong
bernama Meurah Syahr Nuwi. Sebagai sebuah pelabuhan dagang yang maju dan
aman menjadi tempat persinggahan kapal dagang Muslim Arab dan Persia.
Akibatnya masyarakat muslim di daerah ini mengalami perkembangan yang
cukup pesat, terutama sekali lantaran banyak terjadinya perkawinan di
antara saudagar muslim dengan wanita-wanita setempat, sehingga
melahirkan keturunan dari percampuran darah Arab dan Persia
dengan putri-putri Perlak. Keadaan ini membawa pada berdirinya kerajaan
Islam Perlak pertama, pada hari selasa bulan Muharram, 840 M. Sultan
pertama kerajaan ini merupakan keturunan Arab Quraisy bernama Maulana
Abdul Azis Syah, bergelar Sultan Alaiddin Sayyid Maulana Abdul Azis
Syah. Menurut Wan Hussein Azmi, pedagang Arab dan Persia tersebut
termasuk dalam golongan Syi'ah. Wan Hussein Azmi dalam Islam di Aceh
mengaitkan kedatangan mereka dengan Revolusi Syi'ah yang terjadi di
Persia tahun 744-747.
Data Arkeologi
Menurut hasil observasi terkini di sekitar daerah yang diperkirakan
sebagai tapak Maligai Kerajaan Jeumpa sekitar 80 meter ke selatan yang
dikenal dengan Buket Teungku Keujruen, ditemukan beberapa barang
peninggalan kerajaan, seperti kolam mandi kerajaan seluas 20 x 20 m,
kaca jendela, porselin dan juga ditemukan semacam cincin dan kalung
rantai yang panjangnya sampai ke lutut dan anting sebesar gelang tangan.
Di sekitar daerah ini pula ditemukan sebuah bukit yang diyakini sebagai
pemakaman Raja Jeumpa dan kerabatnya yang hanya ditandai dengan
batu-batu besar yang ditumbuhi pepohonan rindang di sekitarnya.
Sumber
- Almascaty, Hilmy Bakar. 2009. Kerajaan Jeumpa Aceh, Khilafah Islam Pertama di Dunia Melayu
No comments:
Post a Comment