Tuesday, 12 April 2016

Empat Tokoh Ulama Aceh di Tahun 1945


Prof Dr M Hasbi Amiruddin, MA, Guru Besar di Fakultas Tarbiyah, IAIN Ar-Raniry, Banda Aceh pada Mihrab edisi Jumat ini mengulas lebih jauh peran ulama Aceh pada masa perang kemerdekaan. Dan generasi muda saat ini perlu berterima kasih dan menempatkan ulama sebagai figur penerang sepanjang masa. 
  

Sekitar tahun 1872-1873 beberapa kali Belanda memaksa kerajaan Aceh tunduk kepada kerajaan Belanda. Namun kerajaan Aceh menolak untuk tunduk kepada siapa pun kecuali kepada Allah swt. Karena itu pada tahun 1973 Belanda menyerang Aceh dengan kekuatan 6 buah kapal pasukannya.


Kendatipun Belanda dapat mencapai Masjid Raya Baiturrahman, tetapi akhirnya mereka kalah juga. Bahkan Panglima Perangnya, Jenderal Kohler, tewas di depan Masjid Raya. Suatu peristiwa yang sangat memalukan bagi bangsa Belanda. Karena tidak pernah terjadi di negara manapun, dalam perang modern, Panglima Perangnya tewas di medan perang.


Untuk menebus rasa malu itulah kemudian Belanda meminta bantuan penambahan pasukan dalam jumlah yang lebih besar untuk mengalahkan Aceh. Pada tahun 1874, Belanda kembali menyerang Aceh dengan kekuatan pasukan sepuluh kali lipat. Kali ini mereka memang mampu menguasai kota Banda Aceh dan sekitarnya. Selanjutnya Belanda dapat menguasai hampir seluruh wilayah Aceh Besar sekarang. Agaknya ketika itu perangpun hampir sunyi. Tidak ada pemimpin yang mampu mengajak rakyat untuk berperang lagi.


Melihat situasi seperti ini beberapa pejuang yang masih memiliki semangat mendatangi Tgk Tanoh Abee di Seulimum untuk meminta beliau memberikan semangat kepada rakyat Aceh untuk berjuang lagi. Setelah memperhatikan situasi, Tgk Tanoh Abee mengundang seluruh tokoh-tokoh pemimpin Aceh, baik uleebalang, ulama dan tokoh-tokoh pejuang dalam sebuah rapat rahasia di Lamsie. Dalam rapat itu Tgk Tanoh Abee memberi nasehat kepada para pejuang:


“Tenaga para pejuang masih belum hancur, tetapi yang sudah kurang yaitu kesucian batin dan kekuatan iman. Jadi sebelum kita memerangi musuh lahir, perangilah lebih dahulu musuh batin, yaitu hawa nafsu. Harta rakyat yang ada pada kita, yang telah diambil karena mengikuti hawa nafsu, serahkan kembali kepada rakyat. Janganlah rakyat itu selalu teraniaya. Tegakkanlah keadilan di tengah-tengah kita terlebih dahulu, sebelum kita meminta keadilan pada orang lain. Tobatlah terlebih dahulu wahai pejabat-pejabat, sebelum mengajak rakyat memerangi kompeni. Kalau tidak dikembalikan harta rakyat yang diambil secara tidak sah, rakyat akan membelakangi kita. Kalau yang saya minta saudara-saudara penuhi maka saya akan bersama saudara ke medan perang.
 

Ternyata kemudian tidak ada lagi pejabat yang berani datang kepada Tgk Tanoh Abee, sehingga lama sekali Aceh sunyi dari peperangan dan Belanda semakin berani memperluas areal pendudukannya. Tausiah Tgk Tanoh Abee inilah yang kemudian diamalkan oleh Tgk Chik Di Tiro sehingga beliau dapat menggerakkan lagi rakyat Aceh untuk berperang melawan Belanda kembali. Bahkan untuk modal awal berperang baik untuk kepentingan kosumsi maupun kepentingan senjata, Tgk Chik Di Tiro menggadaikan tanah sawahnya sendiri.


No comments:

Post a Comment